Senin, 27 Oktober 2014

LOVE YOU FOR NOTHING


Aku menatap matanya  sambil memegang tangannya. Dengan alunan musik yang tenang berusaha ku hilangkan ketegangan ku. Kuberanikan diri mengeluarkan kata-kata itu dari hati ku. “I love you!” ku katakan. Kurasakan semuanya dingin, aku takut kalau dia marah, aku takut status pertemanan yang selama ini terjalin hilang. Terlihat dari raut wajahnya menunjukkan seseuatu yang akan keluar dari mulutnya. “I’ve waited this moment for long. And you do it for me, dear. I love you too!” jawabnya. Mendengar itu serasa beban hidupku terlupakan, jawaban yang mengerikan dari mulutnya ternyata tidak keluar. Cinta yang kunanti-nanti kita sudah di depanku.
Semenjak hari itu hubungan kami lebih erat dari prangko dan surat. Ibarat suami istri, kemana-mana berdua. Aku sangat menysukuri mendapatkan seorang wanita seperti dia. Bagaimana tidak, seorang wanita yang bukan hanya indah diluar namun indah di dalam. Dan kalian bisa menebak bahwa aku mencintai dia karena hal itu.
Hari, minggu, bulan, dan tahun berlanjut. Kini kami sudah memasuki 5 tahun hubungan kami sebagai sepasang kekasih. Yang kata orang ini saatnya untuk melamar. Namun rasa itu belum ada pada diriku. Tepat sekali hari ini adalah hari jadian kami yang ke 5. Kali ini hal yang mainstream yang sudah bertahun-tahun ku lakukan untuknya untuk sementara kutahan lebih dahulu. Sekalipun dia tak di kota ini sekarang, rencana ini tetap akan kulakukan.
Dari kota ku, kubela terbang jauh-jauh ke Papua. Ini bukan ditengah kota, melainkan di sebuah distrik yang jauh dari pusat kota. Dia disana bukan bekerja sebagi “mur” di Freeport atau tambang-tambang lainnya, dia bekerja untuk anak-anak Papua yang listrik saja belum pernah mereka rasakan dan aku bangga dengan keteguhan hatinya.
Keberangkatanku sama sekali tidak diketahuinya. Hanya beberapa teman yang mengatrur rencana disana mengetahuinya. Pukul 18.00 WIT aku tiba di tempatnya tanpa di ketahui oleh pacarku. Ku lihat dia tidak seperti biasanya. Ia sangat murung dan seperti orang yang baru kehilangan sesuatu. Apakah karena aku tak membalas sms dan mengangkat teleponnya? Atau aku tidak mengucapkan Happy Anniversary kepadanya? Aku hanya bisa tertawa.
Tepat pukul 21.00 WIT, dia tetap termenung sendirian di meja makannya, sesuai rencana pikirku. Di kegelapan malam dengan hanya sebuah lampu di tangan aku menghampirinya. Seketika itu kehampaan dalam wajahnya sirna dan pelukan serta pukulan manja mendarat di tubuhku. Seketika itu tepukan tangan serta teriakan khas orang Papua terdengar menyambut kegembiraan kami. Tak disangka, mereka juga telah membuat sebuah kayu berbentuk hati dan dibakar. It’s realy realy romantic!
Wajah yang menahan air mata masih jelas terlihat di wajahnya. Aku tahu dia tidak menyangka akan kejutan ini. “Aku kira kamu lupa dengan anniv kita yang ke 5 ini” katanya, “Tahu gak, kalau sampai kamu gak datang, hmm.... gak tahu deh gimana selanjutnya.” Mendengar celotehannya tersebut aku hanya bisa tersenyum kecil. Kawan-kawan yang ada disana telah memasak masakan khas Papua dengan sangat apik dan lezat tak kalah dengan restoran-restoran mewah dan romatis yang ada di kotaku. Namun bedanya, di kotaku restoran dalam gedung, namun kini aku dan dia dinner bareng di tengah hutan. Sesuatu yang kujanjikan bahwa ini tidak akan mainstream.
Makan malam kami kali ini bukan diiringi lagu jazz yang lembut atau dentingan piano nan merdu. Paduan suara khas orang Papua yang memang kusuka terdengar sebagai wujud bahagia mereka melihat dua orang pasangan sedang merayakan hari jadinya. Ditengah indah dan romatisnya malam itu, ia bertanya, “Dear, May I ask you one question?” aku pun menganggukkan kepala. “Aku tahu ini lebih dari apa yang kuharapkan untuk hari jadi kita yang kelima.” katanya, “So, for what do you love me?” Mendengar pertanyaan itu aku tertegun. Aku takut jawabannku akan merusak suasana. Perasaan seperti pertama kali aku makan bersamanya terulang kembali. “I love you..... for....” Jawabku. “Yeah..... for what honey?” tanyanya lembut. “For nothing!” jawabku. Seketika itu dunia kembali terasa sunyi. Hanya suara dari alam yang masuk ke telingaku. Ku lihat raut wajahnya mulai berubah. Air mata yang awalnya aku kira sebagai tanda bahagia berubah menjadi tangisan. Ia berdiri lalu berkata, “Hm... aku lelah, aku mau tidur.” Seketika itu dia pergi dari hadapanku dan meninggalkan ku sendirian di meja makan.
Kuputuskan malam itu pergi meninggalkan distrik tersebut tanpa ada seorang pun yang tahu. Sebelum aku pergi, kusempatkan diriku menulis secarik surat untuknya.
“Dear honey, aku belum sempat ngucapin happy anniversary yang ke 5 untuk kamu. Aku gak tahu apakah jawabanku membuat kamu sedih di hari yang seharusnya kita berdua bahagia. Segudang pertanyaan itu masih menganjal di hatiku. Aku mau mengunjungi sekarang, aku takut kamu terganggu. Aku mau bertanya sebelum kamu pergi tadi, aku pikir itu bukan ide yang baik. If my answer was wrong, I’m very sorry. Aku gak bermaksud nyakitin hati kamu di hari yang baik ini. Swear, aku gak bermaksud melakukan itu! I’ll prove it if you need. Aku harus balik dulu karena masih ada urusan lain. Have a nice day Dear! Kalau kamu mau, jangan pikirkan aku untuk beberapa hari. Aku gak mau kamu sakit di sini aku mau kamu tetap fokus bekerja untuk anak-anak di sana.”
Ku letakkan surat itu tepat di depan pintu rumah dimana dia tidur. Aku berharap surat itu tidak hilang besok pagi.
Selama perjalanan menuju kota, pertanyaan itu masih ada dalam pikiranku. Aku tak tahu bahwa jawabanku itu akan membawa seperti ini. Aku bagaikan jalangkung. Datang tak diundang dan pergi tak diantar. Aku yakin dia menangis disana. Aku yakin dia benci aku sekarang. Yang kutakut datang kembali. Aku takut karena jawaban itu ia terpikir, sakit, lalu kehilangan cita-citanya untuk membantu anak-anak di Papua. Dan yang kutakutkan lagi, hubungan kami berakhir.
2 minggu semenjak kejadian itu berlalu. Semenjak saat itu, sms dan telepon dari dia tidak pernah masuk ke HP ku. Aku mulai khawatir dengannya disana. Aku takut dia kenapa-kenapa karena memikirkan jawaban itu. SMS dan teleponku juga tak pernah dijawab. Kami juga pernah bertengkar sebelumnya namun tidak selama ini. Aku sangat-sangat khawatir.
Tengah malam HP ku berdering. Kulihat namanya di layar HP ku. Mataku yang tadinya susah terbuka, kini langsung segar. Setelah kuangkat, ternyata bukan dia yang berbicara melainkan seorang teman disana. “Jo, Cecil kecelakaan.” Katanya, “Sekarang dia di rumah sakit kota. Tolong kabarin ke keluarganya disana ya.” Mendengar kabar itu, aku segera beranjak ke mobil ku, memesan tiket pesawat paling pagi ke Papua, mengambil beberapa pakaian Cecil ke rumahnya, lalu berangkat ke bandara.
Selama perjalanan aku kembali terpikir oleh jawabanku. Apakah dia kecelakaan karena memikirkan aku dan jawaban ku? Kalau sampai karena itu dan aku tak pernah bertemu dia lagi, aku takkan pernah memaafkan diriku selamanya. Sesampainya di Papua, aku langsung menuju rumah sakit dimana Cecil di rawat. Kulihat beberapa teman berada di depan kamarnya. “Bagaimana keadaannya?” tanyaku. “Masuklah!” pinta dia. Kulihat seorang wanita dengan kaki diikat keatas dengan gips serta wajah yang rusak. Aku lihat dia masih tertidur. Diagnosa ku, dia baik-baik saja. Tanpa membuat suara, aku keluar dari kamar itu.
Malam harinya aku kembali mendatangi kamarnya. Kulihat dia belum sadarkan diri. Kubelai rambutnya tak terasa aku menitikkan air mata. Lantas aku berpikir jika aku bisa menggantikan posisimu sekarang sayang, aku akan lakukan itu walaupun kau marah padaku. Setelah itu aku kembali keluar.


Esok pagi kabar gembira itu datang. Akhirnya dia siuman. Hingga pagi itu sebelum aku masuk keruangannya, dia sama sekali belum mengetahui bahwa aku datang. Kulihat wajahnya murung dan menahan kesakitan. Aku mendekat. Dia melihatku dan kami saling tatapan. Sekali lagi, dunia seperti membisu. “Gimana cantik? Enak boboknya?” aku pun bertanya. Dia berusaha bangun untuk menjawab dan aku menahannya agar tidak banyak bergerak. “Kamu bilang aku cantik?” mulai menitikkan air mata, “jika memang iya aku cantik, buktikan!” “Listen to me!” jawabku “I told you that I love you for nothing. Do you still remember it?” Dia pun mengangguk kecil, “lalu hubungannya?” “Look, jika aku jawab hari itu kalau aku cinta kamu karena kamu cantik atau karena kamu punya kepribadian yang baik, am I still loving you know? Do I still care of you know? I think no and never. I love you coz nothing! Artinya adalah apapun yang terjadi pada kamu, sekalipun kamu pergi jauh ataupun kamu tak pernah kembali, I’m still loving you, aku selalu mencintaimu tak peduli apakah kamu cantik atau buruk apakah kamu kaya atau miskin. Coz my love for you is for nothing not for something. Aku mencintaimu atas ketidakadaan bukan suatu keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan komentar anda :D