Selasa, 30 Juni 2015

Black Day of The Last June on The Full Moon

Until I write this story, I’m still shocked. Jam 12 siang tadi kayak biasa aku main laptop di ruang tamu. Percis membelakangi jalan pesawat yang biasanya emang dilalui pesawat ketika Polonia masih digunakan sebagai bandara komersil. Tapi, siang ini beda. Sekitaran sebelum jam 12 siang, aku dengar suara pesawat tepat, ya tepat diatas rumahku. Awalnya aku gak curiga dengan suara pesawatnya yang begitu besar dan sepertinya dekat dengan rumah. Ku pikir itu pesawat rombongan haji. Sejenak ku pause kan laptop ku lalu kuintip dari jendela. “Lah, kok pesawatnya gak ada?” Aku tahu percis jalur-jalur pesawat yang melintas diatas rumahku. Kalau suaranya kencang dan kuat, berarti pesawat itu mau mendarat dan arahnya dari selatan (belakang rumah ku) menuju ke utara (Lanud Suwondo) dan kalau mau pergi alias take off pasti suara pesawatnya gak kedengaran karena arahnya ke tenggara alias samping kanan rumahku. Dan kalau suaranya masih kedengaran padahal sudah take off, berarti itu pesawat tempur (bukan Hercules) yang lagi latihan. Lagian jarang juga lihat penampakan Hercules terbang di atas rumah ku.
Jujur, pesawat Hercules yang mau kulihat tapi gak ada agak aneh emang. Terlalu dekat dengan rumah penduduk. Gak peduli dengan itu, aku lanjut kegiatanku di laptop. Jenuh, aku kedapur ngambil beberapa cemilan. Belum sempat ngambil, HP ku bunyi dan ternyata telepon dari mamakku. Dari balik sana mamakku nanya, “Gak dengar suara dentuman keras?” “Gak!” kujawab, “Kenapa rupanya?” “Katanya jatuh pesawat.” Jlebb.... entah kenapa aku langsung gak enak. Mungkin rasa yang paling dominan kasihan + sedih dan gak nyangka. Kenapa gak nyangka? Aku kira pesawat TNI AU itu baik-baik saja saat melintas dengan suara kuat di atas rumahku. Eh... ternyata itu pesawat jatuh ke sebuah oukup dan beberapa ruko. Yang bikin aku terhenyak waktu aku dapat kabar di TV kalau itu pesawat baru take off sekitar 2 menit dan meminta RTB (Return To Base) karena ada masalah mesin. Bayangin 2 menit. Itu waktu yang cukup singkat mengingat rumah ku dengan Lanud Suwondo lebih dekat dari lokasi jatuhnya Hercules. Dan jarak dari jatuhnya Hercules ke rumahku sekitar 2 km. Kalau kata berita di TV jarak Lanud Suwondo dengan TKP sekitar 5 km. Nah, berarti jarak rumah ku dengan lanud sekitar 3 km yang artinya lebih dekat.
Setelah kupikir-pikir, menimbang, plus masih terhenyak dengan kejadian tadi karena aku juga ikut “meliput” ke TKP, aku bersyukur! Jujur, ketika aku baca cerita di salah satu situs berita OL dan mengetahui nasib orang-orang yang ada di bawah, tertimpa benda seberat 36.000 ton belum lagi ditambah benda dan para awak serta penumpang, lalu mati terpanggang, gak terbayang di benakku seandainya moncong pesawat mencium punggungku. Lalu aku mati ditimpa benda seberat 36.000 ton. Huh! It sounds Lord still give me the second chance to live. Or maybe He wanna tell us something that realy realy important. I don’t know! Mungkin bagi kalian yang gak lihat pesawat itu secara langsung, gak merasakan gimana strangenya aura disekitaran TKP. Bukan karena panas atau banyak orang, menurutku tempat itu akan meninggalkan sedikit atau banyaknya residu masa lalu. Gak butuh seorang dukun yang merasakan. Orang awam yang gak punya begitu-begituan juga bisa ngerasain.
Jujur, aku betul-betul bersyukur kali ini. Bukan karena pesawat itu jatuh tapi Tuhan Yesus masih kasih aku sekali lagi untuk hidup. Mungkin akulah “salah satu” korban selamat. Juga aku betul entahlah antara sedih, bingung, campur aduklah mengingat para korban. Aku bisa rasakan gimana ke 12 awak pesawat dan 101 penumpang berikut korban jiwa darat begitu tersiksanya, bingung, entahlah. Aku berharap keluarga yang ditinggalkan gak perlu menangisi kepergian saudara/i mereka berlebihan. Lebih baik doa yang kita kirimkan jangan air mata. Mereka udah damai disana. Requiscat In Pace, comrade!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan komentar anda :D