“Sebenarnya
aku pun gak yakin, tapi apa boleh buat. Pilihan kita cuma satu, pergi
menyelidiki atau tetap dikatakan seorang penghianat?” kata ku.
“Okelah,
percakapannya nanti kita lanjutkan.” Kata Umang, “Aku punya strategi! Kita tahu
kalau kila kembali ke arah markas Belanda waktu kita berpisah dengan dia. Aku
asumsi kan kalau kila kembali ke tempat itu dan memberitahu arah kita. Mungkin
ini efek dari kita mencuri senjata-senjata mereka tempo hari yang lalu.”
“Bisa
jadi Mang. Terus, rencana mu apa?” Tanya Husin.
“Jadi
gini, perjalanan dari tempat ini ke markas Belanda yang ada di atas sekitar
setengah hari. Jadi, nanti sebelum matahari muncul, kita udah gerak ke markas
mereka.” Perjelas Umang, “Lalu kita bagi dalam 2 kelompok dengan satu orang
dari setiap kelompok memegang alat komunikasi dan setiap dari kita memegang 1
senjata. Kelompoknya, aku dan Donal satu kelompok, sisanya kalian bertiga.”
“Terus,
apa tugas kami?” Tanya ku kepada Umang.
“Begini,
aku dan Donal akan mencari informasi terlebih dahulu tanpa terlihat oleh
siapapun. Apakah benar kilamu bekerja sama dengan Belanda atau ngak. Terus,
tugas kalian adalah mengamati daerah sekitar dan kalian memberitahu kami lewat
radio komunikasi ini. Kalian bertiga adalah mata kami.” Kata Umang.
“Udah,
gitu aja tugas kami?” Tanya Zainal remeh.
“Jangan
anggap remeh sama tugas ini Nal. Nyawa orang ini berdua ada di tangan kita.”
kata ku
“Tenang,
tugas kalian bukan itu aja.” Kata Umang, “Setelah positif kalau kila lah pelaku
dibalik ini semua, kalian harus segera menangkap kila dan bawa dia ke bukit
itu.”
“Kenapa
harus bukit itu?” Tanya ku.
“Kalau
kalian perhatikan kotak ini baik-baik, Kolonel Frans memberitahukan lokasi
mereka selanjutnya, karena lokasi yang barusan kita datangi sudah diketahui,
jadi ketika tugas kami sudah selesai, kami akan menyediakan jalan untuk
kalian.” Kata Umang.
Setelah
mengerti penjelasan Umang, malam itu kami memanfaatkan waktu yang singkat untuk
tidur.
“Eh…
bangun woy…” Aku membangunkan sahabatku yang lainnya, “Ayo, bentar lagi mau
pagi, kalau kita gak bergerak sekarang, kita bisa ketahuan.”
Perjalanan
kami lanjutkan ke markas Belanda atas. Sesudah 3 jam perjalanan, kami istirahat
sarapan. Lalu melanjutkan perjalanan lagi.
“Kita
sudah hampir sampai!” Kata ku kepada mereka.
“Ssttt….
Hati-hati!” kata Umang, “Lihat, penjagaan mereka semakin ketat semenjak kita
berhasil meledakkan tempat ini.”
“Eh…
lihat itu!” teriak Zainal dengan pelan, “Itu kan kila mu Do! Kok masih disini
dia?”
Seketika
pandangan kami mengarah ke kanan dan betul, kila ku berada disana. Kelihatannya
kila ku baru bangun tidur.
“Jadi
kek mana Mang, udah bisa langsung kita tangkap kila penghianat itu?” Tanya
Zainal kesal.
“Sabar!
Kita harus main cantik. Datang tak diam-diam, pergi gak ketahuan.” Kata Umang,
“Kita tunggu agak siang, biasanya penjagaan mulai lengah di siang hari, sama
seperti markas Belanda yang ada di dekat kampung kita.”
Kami
pun menunggu agak siang. Ternyata benar penjagaan mulai melemah. Seperti
strategi yang kami susun, Umang dan Donal masuk lebih dahulu untuk memastikan
posisi kila.
“Halo
pusat, bagaimana keadaan sekitar kami? Ganti!” Umang menghubungi lewat radio.
“Halo,
keadaan kalian aman. Sejauh ini tak ada yang mendekati. Ganti!” Balas ku.
Tak
berselang lama, tiba-tiba dari arah belakang barak, lewatlah 2 tentara Belanda.
“Halo,
halo!” kata ku.
“Ya
masuk, ganti!” balas Umang.
“Di
depan kalian dari arah jam 2 akan muncul 2 tentara Belanda. Segera pindah dari
tempat itu, ganti!” perintah ku.
“Siap
laksanakan, ganti!” balas Umang.
Setelah
2 tentara tadi menyingkir, Umang dan Donal kembali melanjutkan perjalanannya.
Tak lama radio berbunyi kembali.
“Halo
pusat?” kata Umang.
“Halo,
ada apa? ganti!” Balas ku
“Kami
sudah menemukan lokasi target berada. Ganti!” Balas Umang.
“Apakah
barak yang berada di kanan paling depan? Ganti!” Tanya ku.
“Ya!
Sebaiknya pusat mencari jalan lurus saja. Ganti!” kata Umang.
“Oke,
mereka sudah memberi kita kode untuk segera kesana. Persiapkan semuanya!”
perintah ku.
“Jadi
Do, semua perlengkapan ini harus kita bawa?” Tanya Husin.
“Mau
tak mau.” Jawab ku, “Aku akan menjadi orang paling depan, Husin kau bawa
perlengkapan ini, dan kau Zainal, kau lindungi kami dari belakang. Ada
pertanyaan?”
Karena
tidak ada pertanyaan lagi, kami pun melanjutkan perjalanan.
“Halo
pusat?” radio ku berbunyi.
“Ya?
Ganti!” balas ku.
“Bagaimana
keadaan disana dan dimana posisi kalian? Ganti!” Tanya Umang.
“Terkendali
dan posisi kami pada barak pertama, ganti!” Balas ku.
“Kalau
sudah di barak kedua beritahu kami, ganti!” kata Umang.
“Siap!
Ganti!” balas ku.
Setelah
sampai di barak kedua, aku menghubungi Umang.
“Halo,
kami sudah di barak 2. Ganti!” kata ku.
“Baiklah,
dengarkan, aku takkan mengulang ini. Sekarang kami akan pergi dari barak target
menuju ke kaki bukit. Kami menunggu kalian disana. Kalau kalian ketahuan,
kirimkan bunyi beep sebanyak tiga kali. Pusat mengerti? Ganti!” kata Umang.
“Siap,
mengerti! Ganti!” kata ku
Umang
dan Donal melanjutkan perjalanan ke arah kaki bukit. Sementara kami sudah
sampai di barak kila.
“Baiklah!”
Kata ku dengan suara pelan, “Aku akan buka kuncinya, Zainal, kau langsung masuk
dan sergap kila. Sementara kau Husin, jaga aku dari belakang.” Perjelas ku.
Aku
pun berusaha membuka kuncinya. Ketika kuncinya terbuka, aku memegang gagang
pintu dan menghitung, “Dalam hitungan ke tiga. Satu, dua, tiga! Masuk! Masuk!”
“Eh…
ngapain kalian disini nakku?” Tanya kila dengan ramah.
“Ah
diam! Kila kan yang ngasih tahu ke Belanda lokasi kami?” Tanya Zainal.
“Ah…
tidak!” jawab kila.
“Kalau
memang tidak, ngapain kila disini?” Tanya ku.
“Ah…
sudah, nanti saja kila jawab. Sekarang, ikut kami, penghianat!” kata Zainal.
“Penghianat
apanya? Jangan sempat saya berteriak!” ancam kila.
“Berteriak
lah kalau kau mau mati!” kata Zainal sembari meletakkan pisau pada leher kila.
Kini,
husin yang paling depan, Zainal dan kila di tengah, dan aku pada barisan
belakang. Ketika Husin membuka pintu, terdengar suara kokangan senjata khas
Belanda hendak menembak mati tawanan. Ternyata kami dijebak.
“Jatuhkan
senjata kalian dan lepaskan tawanan, atau kalian mati.” Kata komandan mereka.
“Kek
mana ini Do?” Tanya Husin gemetar.
“Kita
ikuti mereka.” Jawabku.
Kami
melepaskan kila dan menjatuhkan senjata kami.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan komentar anda :D