Rabu, 30 Desember 2015

Divisi 5 Gerakan Bawah Tanah Bagian IV


“Yakin kau yang dibilang oleh Kolonel Frans tadi?” Tanya Zainal kepada ku.
“Sebenarnya aku pun gak yakin, tapi apa boleh buat. Pilihan kita cuma satu, pergi menyelidiki atau tetap dikatakan seorang penghianat?” kata ku.
“Okelah, percakapannya nanti kita lanjutkan.” Kata Umang, “Aku punya strategi! Kita tahu kalau kila kembali ke arah markas Belanda waktu kita berpisah dengan dia. Aku asumsi kan kalau kila kembali ke tempat itu dan memberitahu arah kita. Mungkin ini efek dari kita mencuri senjata-senjata mereka tempo hari yang lalu.”
“Bisa jadi Mang. Terus, rencana mu apa?” Tanya Husin.
“Jadi gini, perjalanan dari tempat ini ke markas Belanda yang ada di atas sekitar setengah hari. Jadi, nanti sebelum matahari muncul, kita udah gerak ke markas mereka.” Perjelas Umang, “Lalu kita bagi dalam 2 kelompok dengan satu orang dari setiap kelompok memegang alat komunikasi dan setiap dari kita memegang 1 senjata. Kelompoknya, aku dan Donal satu kelompok, sisanya kalian bertiga.”
“Terus, apa tugas kami?” Tanya ku kepada Umang.
“Begini, aku dan Donal akan mencari informasi terlebih dahulu tanpa terlihat oleh siapapun. Apakah benar kilamu bekerja sama dengan Belanda atau ngak. Terus, tugas kalian adalah mengamati daerah sekitar dan kalian memberitahu kami lewat radio komunikasi ini. Kalian bertiga adalah mata kami.” Kata Umang.
“Udah, gitu aja tugas kami?” Tanya Zainal remeh.
“Jangan anggap remeh sama tugas ini Nal. Nyawa orang ini berdua ada di tangan kita.” kata ku
“Tenang, tugas kalian bukan itu aja.” Kata Umang, “Setelah positif kalau kila lah pelaku dibalik ini semua, kalian harus segera menangkap kila dan bawa dia ke bukit itu.”
“Kenapa harus bukit itu?” Tanya ku.
“Kalau kalian perhatikan kotak ini baik-baik, Kolonel Frans memberitahukan lokasi mereka selanjutnya, karena lokasi yang barusan kita datangi sudah diketahui, jadi ketika tugas kami sudah selesai, kami akan menyediakan jalan untuk kalian.” Kata Umang.
Setelah mengerti penjelasan Umang, malam itu kami memanfaatkan waktu yang singkat untuk tidur.
“Eh… bangun woy…” Aku membangunkan sahabatku yang lainnya, “Ayo, bentar lagi mau pagi, kalau kita gak bergerak sekarang, kita bisa ketahuan.”
Perjalanan kami lanjutkan ke markas Belanda atas. Sesudah 3 jam perjalanan, kami istirahat sarapan. Lalu melanjutkan perjalanan lagi.
“Kita sudah hampir sampai!” Kata ku kepada mereka.
“Ssttt…. Hati-hati!” kata Umang, “Lihat, penjagaan mereka semakin ketat semenjak kita berhasil meledakkan tempat ini.”
“Eh… lihat itu!” teriak Zainal dengan pelan, “Itu kan kila mu Do! Kok masih disini dia?”
Seketika pandangan kami mengarah ke kanan dan betul, kila ku berada disana. Kelihatannya kila ku baru bangun tidur.
“Jadi kek mana Mang, udah bisa langsung kita tangkap kila penghianat itu?” Tanya Zainal kesal.
“Sabar! Kita harus main cantik. Datang tak diam-diam, pergi gak ketahuan.” Kata Umang, “Kita tunggu agak siang, biasanya penjagaan mulai lengah di siang hari, sama seperti markas Belanda yang ada di dekat kampung kita.”
Kami pun menunggu agak siang. Ternyata benar penjagaan mulai melemah. Seperti strategi yang kami susun, Umang dan Donal masuk lebih dahulu untuk memastikan posisi kila.
“Halo pusat, bagaimana keadaan sekitar kami? Ganti!” Umang menghubungi lewat radio.
“Halo, keadaan kalian aman. Sejauh ini tak ada yang mendekati. Ganti!” Balas ku.
Tak berselang lama, tiba-tiba dari arah belakang barak, lewatlah 2 tentara Belanda.
“Halo, halo!” kata ku.
“Ya masuk, ganti!” balas Umang.
“Di depan kalian dari arah jam 2 akan muncul 2 tentara Belanda. Segera pindah dari tempat itu, ganti!” perintah ku.
“Siap laksanakan, ganti!” balas Umang.
Setelah 2 tentara tadi menyingkir, Umang dan Donal kembali melanjutkan perjalanannya. Tak lama radio berbunyi kembali.
“Halo pusat?” kata Umang.
“Halo, ada apa? ganti!” Balas ku
“Kami sudah menemukan lokasi target berada. Ganti!” Balas Umang.
“Apakah barak yang berada di kanan paling depan? Ganti!” Tanya ku.
“Ya! Sebaiknya pusat mencari jalan lurus saja. Ganti!” kata Umang.
“Oke, mereka sudah memberi kita kode untuk segera kesana. Persiapkan semuanya!” perintah ku.
“Jadi Do, semua perlengkapan ini harus kita bawa?” Tanya Husin.
“Mau tak mau.” Jawab ku, “Aku akan menjadi orang paling depan, Husin kau bawa perlengkapan ini, dan kau Zainal, kau lindungi kami dari belakang. Ada pertanyaan?”
Karena tidak ada pertanyaan lagi, kami pun melanjutkan perjalanan.
“Halo pusat?” radio ku berbunyi.
“Ya? Ganti!” balas ku.
“Bagaimana keadaan disana dan dimana posisi kalian? Ganti!” Tanya Umang.
“Terkendali dan posisi kami pada barak pertama, ganti!” Balas ku.
“Kalau sudah di barak kedua beritahu kami, ganti!” kata Umang.
“Siap! Ganti!” balas ku.
Setelah sampai di barak kedua, aku menghubungi Umang.
“Halo, kami sudah di barak 2. Ganti!” kata ku.
“Baiklah, dengarkan, aku takkan mengulang ini. Sekarang kami akan pergi dari barak target menuju ke kaki bukit. Kami menunggu kalian disana. Kalau kalian ketahuan, kirimkan bunyi beep sebanyak tiga kali. Pusat mengerti? Ganti!” kata Umang.
“Siap, mengerti! Ganti!” kata ku
Umang dan Donal melanjutkan perjalanan ke arah kaki bukit. Sementara kami sudah sampai di barak kila.
“Baiklah!” Kata ku dengan suara pelan, “Aku akan buka kuncinya, Zainal, kau langsung masuk dan sergap kila. Sementara kau Husin, jaga aku dari belakang.” Perjelas ku.
Aku pun berusaha membuka kuncinya. Ketika kuncinya terbuka, aku memegang gagang pintu dan menghitung, “Dalam hitungan ke tiga. Satu, dua, tiga! Masuk! Masuk!”
“Eh… ngapain kalian disini nakku?” Tanya kila dengan ramah.
“Ah diam! Kila kan yang ngasih tahu ke Belanda lokasi kami?” Tanya Zainal.
“Ah… tidak!” jawab kila.
“Kalau memang tidak, ngapain kila disini?” Tanya ku.
“Ah… sudah, nanti saja kila jawab. Sekarang, ikut kami, penghianat!” kata Zainal.
“Penghianat apanya? Jangan sempat saya berteriak!” ancam kila.
“Berteriak lah kalau kau mau mati!” kata Zainal sembari meletakkan pisau pada leher kila.
Kini, husin yang paling depan, Zainal dan kila di tengah, dan aku pada barisan belakang. Ketika Husin membuka pintu, terdengar suara kokangan senjata khas Belanda hendak menembak mati tawanan. Ternyata kami dijebak.
“Jatuhkan senjata kalian dan lepaskan tawanan, atau kalian mati.” Kata komandan mereka.
“Kek mana ini Do?” Tanya Husin gemetar.
“Kita ikuti mereka.” Jawabku.
Kami melepaskan kila dan menjatuhkan senjata kami.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan komentar anda :D