Selasa, 05 Juli 2016

Enam Mangkok Cerita dari Putri Cahaya

Setelah dengan bodohnya aku ngeshare cerita-cerita laknat ini ke kawan-kawan SMP ku, mau tak mau mengikuti tuntutan orang banyak, akhirnya aku lanjutin sekuel drama korea cerita ku. Semenjak postingan terakhir mengenai mangkok-mangkok ini keluar tepat 4 bulan yang lalu, dengan (jujur) rasa gelisah (geli-geli basah) aku terpaksa melanjutkan cerita ini.

Kalau kalian baca dari awal sekuel cerita ku, yang beda cuma nomro 5. Kenapa? Entah kenapa kayak lain aja aku kalau bahas-bahas cinta ini, kurang gregetnya. Setelah tanggal 25 Desember 2012 silam (aih mak... ku ingat semua tanggal-tanggalnya macam susah move on, padahal.... iya) kami berdua gak ada chat-chatan lagi sampai lah di acara tahunan SMP Putri Cahaya yaitu syukuran Natal dan Tahun Baru. Ceritanya di Gereja, aku ikut paduan suara. Walau badanku penuh dengan tato (kudis, kadas, dan kurap) jiwa ku tetap barbie hello kitty. Kebetulan kelas kami duduk dibelakang barisan paduan suara. Menjelang selesai, eh dia sama kawan satu lagi megang baju aku layaknya Irvan Gunawan lagi ngomentari baju penyanyi dangdut terong-terongan. Ya berusaha tetap cool padahal ngarep dipeluk *eh ternyata di tampar (gak lah), mungkin itu cara dia mencairkan suasana ya walaupun agak aneh cara mencairkan suasana dengan megang ujung baju kayak jijik gimana gitu.
Setelah itu tamat! Eh gak jadi deh. Kita tinggalkan cerita cinta ku. Cerita ini kembali ke masa-masa pramuka yang absurd gak jelas. Jadi, waktu itu ada pembelajaran masak-memasak air (ya gak lah!) Alias memasak benar-benaran untuk perkemahan pramuka yang akan datang. Lagi asyik-asyiknya masak dengan kelompokku, dengan brutalnya datanglah kelompok sebelah yang diwakilkan sebut saja pencuri-minyak-yang-datang-tiba-tiba dengan ganasnya mengambil botol yang berisi minyak. Dengan semangat juang 45, pencuri-minyak-yang-datang-tiba-tiba langsung menuangkan minyak LAMPU ke kualinya. Seketika itu kawan sekelompokku menjerit-jerit kayak cewek baru pertama kali mens. Ada yang lari-lari, manggil pemadam kebakaran, sampai jerit-jerit, “Dunia akan kiamat!!!” Memang minyak lampu yang dikira minyak makan tadi gak kebakar padahal udah ngarep kebakar huhehehe.... Setelah insiden berdarah kebakaran tadi, akhirnya aku lupa, seriusan, udah ah... lanjut aja ke scene selanjutnya.
Di tahun 2013 beberapa tahun yang lalu, itu tahun keemasan paduan suara kami Amoris Lumine Choir. Anak-anak Amoris mana desahannya? Ssshhhhh ahhhh.... Karena lomba paduan suara ini diadakan di Balige, maka setiap personel dipersiapkan sematang-matangnya kalau perlu sampe gosong. Semisal kami gak boleh ikut kegiatan pramuka padahal si Gab udah ngarep aku ikut akhirnya malam minggu sms-an kami (dulu belum ada BBM dari android) terganggu. Ada perlombaan 17-an di sekolah kami gak boleh ikut walau hanya lomba bawa kelereng bareng mantan. Sampai-sampai mau masuk kamar mandi juga dikawal. Ada satu kejadian yang sampai sekarang masih aku ingat jelas. Jadi waktu itu aku dan 2 orang kawanku mau pulang sekolah. Ceritanya ini jalan menuju simpang (kalau sekolah di Pucay tahulah simpang mana........ Gajah Mada) lagi sepi. Secara tiba-tiba lewatlah abang-tukang-bersih-gereja dengan becak barangnya. Perawakan abang-tukang-bersih-gereja ini kecil, kurus, botak, dan pake kolor (sejenis tuyul lah) sedang asyik-asyiknya ngayuh tuh becak. “Woy bang... kami ikut ya.” Teriak teman ku. “Udah ayok...” kata abang-tukang-bersih-gereja. Kalau orang mau ngasih tumpangan, yang ada si pemberi tumpangan harus memberhentikan kendaraannya, setubuh setuju semua? Setubuh! Nah, abang-tukang-bersih-gereja dengan rasa solidaritas yang tinggi karena Gereja dengan sekolah kami dekat, dia tetap mengayuh becak barang tersebut. Pertama teman aku yang paling kecil tititnya badannya lompat ke becak dan duduk di paling depan sambil megang besinya kayak bocah baru pertama kali naik becak barang. Kedua temanku yang itunya besar dan hitam (badannya woy jangan ngeres kelen) naik ke becak yang masih bergerak. Lalu giliranku, entah apa yang terjadi, aku lompat ke becak itu tapi pijakkanku salah. Aku malah mijak bagian ujung belakang becak yang lagi gerak tadi. Alhasil becaknya ngangkat depan dengan kondisi abang-tukang-bersih-gereja masih aja tetap ngayuh sambil ngomong, “Woy dek kenapa ini?” tanpa rasa bersalah atau niat menghentikan becak itu sementara temanku yang itunya besar dan hitam udah tergelebek di tengah jalan dan bukannya nangis terus ngadu mamak eh malah ketawa sampai mencrot-mencrot. Sementara temanku yang tititnya kecil tadi masih berpegang teguh pada besi depan becak dan aku yakin pada saat itu tititnya makin kecil. Waktu becaknya udah mendarat dengan selamat di tanah, abang-tukang-bersih-gereja malah ngayuh sepedanya terus tanpa mempedulikan seorang bocah yang itunya hitam dan besar tergelebek di tengah jalan sambil mencrot-mencrot. Sejak saat itu kami makin nagih nyuri becak abang-tukang-bersih-gereja dan buat jadi mainan.
Setelah itu apa? Penasaran kelen? Lanjut di sekuel selanjutnya kalau aku mau masih ngelanjut. Jangan lupa komentarnya di tinggalin ya. Kritik, saran, hinaan, cacian, makian, aku terima dengan dada menggantung. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan komentar anda :D