Setelah lama gak
ngeposting yang beginian, kangen juga (mulai lebay). Kali ini aku mau ceritain
gimana bisa masuk ekskul yang awalnya aku nolak mati-matian alias gak bergengsi
bingitzz kata anak alay. Nama ekskulnya “paduan suara” emang sih aku udah pernah
ikut yang begituan waktu SD tapi semua hasilnya mengecewakan. Boro-boro dapat
juara, masuk final aja gak pernah. Ya, atas balas dendam waktu SD, aku
memutuskan gak mau masuk paduan suara di SMP. Memang saat itu paduan suara di
Putri Cahaya gak terlalu besar namanya bahkan gak nampak lagi ada atau tidak
paduan suara di sekolah ini. Terus kalau gak suka sama paduan suara, kok
bertahan mulai dari junior sampai master bangkotan? Itu karena wali kelas ku
dulu Sr. Yulita, KSSY. Pertama, dia panggil semua laki-laki yang notabenenya
memang sedikit sekitar 14 orang lah. Lho kok sekitar 14 orang? Soalnya ada yang
agak ehmm sikit (you know lah). Dari 14 kami, sudah dipastikan hanya sedikit
yang terpilih dan yang terpilih pun dengan hati terpaksa ikut. Asal kalian tahu,
dengan bermodalkan do re mi fa sol la si do aja aku bisa masuk. Padahal teman
ku yang satu lagi dijelek-jelekkannya suaranya nah aku, aku kujelek-jelekkan
suara ku kok masuk? (bukan sombong ya tapi emang iya :p) selanjutnya kami
dikirim ke ruang OSIS yang pernah menjelma menjadi UKS.
Lomba pertama ku dengan
paduan suara ini yaitu ditingkat Dinas Pendidikan Kota Medan dalam rangka menyambit
*eh menyambut natal maksudnya :v Syukur kepada Allah kami dapat juara 1 dan
sesuai nazar ku, aku goyang gayung (goyang yang lagi heboh saat itu karena ada
iklannya) di bawah tiang bendera. Setelah kemenangan manis itu (mulai lebay
nya) kami ujian semester ganjil. Ada satu tradisi kami yang pastinya dimulai
dari kami, anak laki-laki kelas VII-1 atau yang lebih dikenal dengan Seratus
(Sekumpulan Rakyat Tujuh Satu) yaitu belajar dilapangan tepatnya dibawah ring
basket SMA Cahaya. Awalnya hanya kami berempat belas. Kalau aku gak salah
[berarti benar dong?] kami bertambah jumlahnya waktu ujian semester genap kelas
VII dan orang yang nambah pastinya bukan dari cewek-cewek kelas kami tapi
cowok-cowok dari kelas lain. Yang kami pelajari entah apa. Karena dulu belum
boleh bawa HP ke sekolah, alhasil kami hanya cerita hal-hal apa aja yang
kemarin terjadi + melihat pisang yang dikeluarkan secara paksa oleh kawanku
dari kulit pisang itu dan entah kenapa itu menjadi tontonan yang asyik selama
kami kelas VII. Selain bicarain yang aneh-aneh, ada juga bicarain yang
jorok-jorok. Itu udah pasti! Sebab, 3-5 orang laki-laki berkumpul apalagi berkerumun,
you know lah apa yang terjadi. Setelah ujian pastinya ada pengumuman remedial.
Pengumuman remedial di sekolah kami anti mainstream. Jadi siapa yang remedial pasti
ketahuan orangnya. Di situ kadang saya merasa debar.
Tibalah pembagian
raport. Pasti! Pasti aku gak dapat 10 besar. And itu terjadi! Entah kenapa
persaingan saat itu lebih susah ketimbang waktu SD. Atau jangan-jangan mereka
memakai cheat engine? Atau nyantet aku malam-malam? Mungkinlah. Masuk semester
2 semakin mendebarkan. Pasalnya setelah ini kita akan berpisah walau di tingkat
yang sama. O... iya, aku mau jelasin dulu apa itu Seratus. Seratus merupakan
singkatan dari Sekumpulan Rakyat Tujuh Satu. Awalnya teman kami mendapat nama
ini dari pertanyaan kakak kelas yang dulu mantan VII-1 juga. Akhirnya dibuatlah
nama kelas kami Seratus. Di Putri Cahaya memang ada nama kelasnya
masing-masing. Entah dimulai dari siapa dan kapan aku pun gak tahu. Nama-nama
kelas ini wajib tidak mengandung kepanjangan ganda. Maksudnya? Iya, biar orang
gak bisa ejek nama kelas kita karena kepanjangannya bisa 2. Contoh kakak kelas
kami VIII-1 buat nama kelas mereka Madesu (Masyarakat Delapan Satu). Nah itukan
berkepanjangan ganda. Gandanya dimana? Coba dipanjangankan menjadi “Masa Depan
Suram” kan bisa jadi toh? Ya karena mereka mungkin middle class jadi gak banyak
yang ejek tapi itu gak menutup kemungkinan guru yang malah ngejek. At least,
mungkin mereka tersiksa dengan nama itu. Pernah katanya, itu masih katanya ya.
Ada kelas IX-4 buat nama kelasnya Sempak. Nah lebih aneh lagi kan. Coba
seandainya saat itu ada spanduk dan dibuat Sempak (Sembilan Empat Kompak), aku
pun agak geli bacanya. Ngaku-ngaku terpelajar tapi pakek sempak doang ke
sekolah *eh.
Diawal-awal semester 2
kelas VII nothing special. Yang spesialnya ada tepat menjelang akhir semester
2. Oh yeah! Apa itu?
Kita lanjutkan di Empat
Mangkok Cerita Dari Putri Cahaya. Bye.... muachhh :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan komentar anda :D