Paginya benar apa yang dikatakan Donal. Bengkak dan sakit yang dirasakan Zainal menghilang namun lukanya masih harus ditutup dengan pengobatan daun yang diberi Donal. Perjalanan kami tetap sama dimulai sebelum sang fajar menjadi cahaya kami selanjutnya. Tapi kali ini kami agak melambat mengingat kondisi Zainal yang belum pulih total. Perjalanan, istirahat, dan akhirnya kami kembali istirahat lagi mengingat matahari sudah tepat diatas kepala. “Jadi udah 7cemana kaki mu?” tanya Donal. “Udah lebih baik dari bangun tidur tadi lah. Kayaknya bisa kita nanti gak usah berhenti-berhenti jalannya. Lanjut aja.” Jawab Zainal. “Baguslah kalau 8kek gitu. Bisa cepat kita sampai kesana.” Sahut Umang. “Kalau udah selesai semuanya, ayo kita lanjutkan perjalanan kita.” Ajak ku. Sekitar 2 jam kami berjalan, tiba-tiba terdengar suara jeritan diikuti dengan suara tembakan dari arah jam 2. “Sial! Apa itu? Gak mungkin orang lagi berburu. Masa berburu ada suara jeritannya.” Kata Husin terkejut. Penasaran, kami pun mendekati sumber suara. Betul aja, ada yang gak beres. Terlihat dari kejauhan Belanda sedang melakukan perbuatan bejatnya lagi. “Belanda keparat!” kata Zainal. “Do, kita harus bantu mereka sekarang!” kata Husin kepada ku. “Jangan gegabah! Kita tak punya apa-apa. Yang kita punya hanya senjata jarak dekat bukan jarak jauh. Kalau kita kesana, selesai sudah. Sebaiknya kita lanjutkan saja perjalanan kita. Tujuan kita ke tempat kilanya bukan ini.” Kata Umang. Lalu kami pun melanjutkan perjalanan walau raut wajah Zainal dan Husin terlihat kesal.
Ketika sang mentari
sudah menyingsing, terlihat sebuah rumah yang ku pastikan itu adalah rumah kila
ku. Tapi kok ada yang aneh ya? Segera kami berlari mendekat ke rumah itu dan
betul, ternyata rumah kila ku tinggal menyisakan kerangka saja. Seperti habis
dibakar seseorang. Tapi siapa? “Do, pasti ini kerjaan si anjing-anjing Belanda
itu!” kata Husin. “Ya Sin, ini sudah pasti.” Kata ku. Akhirnya kami terduduk di
pekarangan rumah kila ku. Mau balik ke desa gak aman, melanjutkan perjalanan
entah mau kemana. Tak berapa lama kami duduk dibawah sinar bulan dan
gemerlapnya bintang, dari arah jam 9 terdengar bunyi di balik semak-semak.
Husin dan Zainal langsung mengeluarkan parang mereka dan mengendap-endap
mendekati sumber suara. Secara perlahan-lahan..... dan.... “Tunggu!” tiba-tiba
suara dari balik semak-semak terdengar. Mendengar suara, kami pun segera
merapat ke tempat dua sahabatku. “Eh...
kam kap e kila. (Eh... kila rupanya.)” kata ku dengan senang. “Ue nak. (Iya nak.)” jawab kila ku,
“Terus, kenapa kalian disini?” “Panjang ceritanya kila.” Jawab ku, “lalu dimana
bibi sama yang lainnya?” Kila menunjukkan wajah tak bahagia. “Ditangkap sama
Belanda.” Jawab kila ku, “Marilah, ketempat persembunyian kila.”
Sesampainya disana kami
menceritakan segalanya dan istri beserta anak-anak kila ku ditangkap Belanda
karena dia tak mau tunduk kepada keresidenan yang dibuat oleh Belanda. “Kila,
kami pasti bantu 9kam membebaskan bibi sama anak-anakndu.” Kata Husin. “Bujur melala nak! (Terimakasih banyak nak!)” kata kila. “Jadi kila,
dimana bibi sama anak-anakndu
dibawa?” tanya Umang. “Gak jauh dari sini. 1 jam perjalanan kaki.” Jawab kila.
“Oh... gitu ya...” kata Umang, “Kam tahu gak kila kapan-kapan aja
tentara-tentara Belanda itu lewat?” tanya Umang kembali. “Setiap seminggu
sekali pakai mobil truk bawa logistik menuju kearah markas tentara Belanda
dekat kampung kalian.” Jawab kila kembali. “Oh.... aku ada ide.” Kata Umang.
Kemudian dengan semangat Umang menjelaskan apa taktik briliannya.
Keesokan harinya,
taktik Umang dijalankan. Husin dan Donal menunggu di jalan yang akan dilewati
oleh truk logistik tersebut. Didalam truk itu bukan hanya ada makanan, tapi
senjata berikut amunisi dan bahan peledak. Sekitar 30 menit kami menunggu
dibalik semak-semak dekat jalan, truk yang ditunggu pun datang. Husin dan Donal
bersiap-siap untuk naik ke bak belakang truk. Saat truk melintas, Husin dan
Donal langsung naik ke bak belakang truk. Tak lupa mereka menjatuhkan 3 pucuk
senjata, 5 kotak amunisi, dan beberapa bahan peledak. Perjalanan menggunakan
mobil kembali ke desa ku membutuhkan waktu 1,5 jam. Sembari menunggu kode dari
mereka, Umang kembali mengingatkan apa-apa saja yang harus dilakukan nanti.
“Umang, tengok itu!
Asap hitam.” Seru Zainal
“Itu tanda kita. Ayo,
langsung kita gerak. Tapi tetap hati-htai” Balas Umang.
Tak perlu menunggu
lama, setengah lebih tentara Belanda dengan 6 mobil melintas dihadapan mereka
menuju markas di bawah. Kami bertiga membawa senjata dan kila membawa bahan
peledaknya. Sesuai perkataan kila, akhirnya kami sampai 1 jam kemudian di dekat
markas Belanda yang menahan bibi dan anak-anak kila. “Kita sudah sampai,
jalankan yang kita rencanakan tadi.” Perintah Umang. Segera aku dan Zainal berpencar
meletakkan bom itu di sekitaran markas Belanda. Sementara Umang dan kila
mencari dimana penjara itu. Ketika aku berjalan mencari tempat tersembunyi
meletakkan bom, aku melihat penjara dan didalamnya bibi dan anak-anaknya.
Segera aku melihat keadaan dan tak ada yang menjaga. Lalu kuajak mereka ke
titik temu dan kusuruh mereka menunggu disitu tanpa pergi kemana-mana. Peletakan
bom pun kulanjutkan tak lupa dengan “waktu” nya yang berupa pelepah pisang
kering yang dibakar seperti rokok. Ketika aku hendak balik ke titik pertemuan,
ternyata semuanya sudah disana.
“Baguslah kita semua
selamat.” Kata ku.
“Bujur melala man ban kerina nakku. (Terimakasih banyak buat kalian
semua)” kata kila.
“Gak masalah kila.
Lagian kami juga gak suka nengok anjing-anjing Belanda ini.” Sahut Zainal,
“Selanjutnya gimana?”
“Kita menyingkir dulu
dari tempat ini, bentar lagi akan meledak.” Perintah Umang.
“Betul kau Man.” Kata
ku.
Belum jauh kami
melangkah terdengar bunyi dentuman yang sangat keras dari belakang kami dan
alarm pun berteriak keras menandakan tanda bahaya. Segera kami menghilang
kedalam belantara hutan dan menyusun strategi selanjutnya.
“Kita istirahat dulu
disini.” Kata ku, “Sembari menyusun langkah selanjutnya.” Perintah ku.
“Setuju!” kata Zainal
“Nakku, kalian lanjutkan
aja perjalanan ke arah timur.” Kata kila tiba-tiba.
“Lah... kok kek gitu
kila? Jadi kalian gimana lah selanjutnya?” kata ku, “Lagian bibi sama anak-anakndu udah selamat. Terus kalau ketahuan
Belanda kan bahaya.”
“Tenang aja kam. Ada
tempat kami untuk sembunyi.” Jawab kila.
“Kalau gitu kami ikut
kesana lah kila.” Sahut Zainal.
“Gak bisa Nal.” Jawab
Umang, “Kita harus ketemu sama Husin dan Donal di titik pertemuan kita
selanjutnya.”
“Betul kata Umang,
Nal.” Tambah ku, “Kalau gitu kila, kami berangkat dulu ketemu 2 orang yang
lainnya.”
“Hati-hati kalian.”
Tambah kila
“Oke kila!” sahut kami
bertiga.
Perjalanan kami
lanjutkan kearah timur hutan dimana kami sudah berjanji sebelumnya untuk
bertemu. Kira-kira setengah hari perjalanan kami sudah sampai disana. Ditengah
perjalana kami menuju titik pertemuan, banyak hal yang kami bicarakan mulai
dari apakah Husin dan Donal selamat atau salah satu dari mereka? Dan banyak
lagi.
Kira-kira 3 jam kami
berjalan dan aku memutuskan untuk beristirahat. Ketika sedang asyik-asyiknya
berisitirahat, tiba-tiba seekor ular lewat dan dengan sigap Zainal memengal
kepala ular tersebut.
“ANGKAT TANGAN!!”
tiba-tiba sekelompok orang keluar dari semak-semak sambil menodongkan senjata
ke arah kami.
“Hei, kau! Jatuhkan
parangmu, atau kau kami tembak!” perintah salah satu dari mereka. Terpaksa
Zainal menjatuhkan parangnya dan kami pun menyerah. (bersambung).
7Pengucapan singkat dari kata
bagaimana
8Pengucapan singkat dari kata
kayak
9Panggilan yang artinya kamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan komentar anda :D